Kamis, 02 Februari 2012








PROFIL BAGIAN JABATAN FUNGSIONAL


PROFIL BAGIAN JABATAN FUNGSIONAL
Bagian Jabatan Fungsional mempunyai tugas melaksanakan penelaahan, analisis, dan penyiapan pembinaan, koordinasi, evaluasi, dan monitoring jabatan fungsional pada semua satuan organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Bagian Jabatan Fungsional menyelenggarakan fungsi:
a.    pengumpulan dan pengolahan data, penelaahan, dan analisis jabatan fungsional; dan
b.    penyiapan bahan pembinaan, koordinasi, evaluasi, dan monitoring jabatan fungsional.

Bagian Jabatan Fungsional terdiri atas:
a.    Subbagian Jabatan Fungsional I;
b.    Subbagian Jabatan Fungsional II; dan
c.    Subbagian Jabatan Fungsional III.

Subbagian Jabatan Fungsional I, II, dan III masing-masing mempunyai tugas melakukan pengumpulan dan pengolahan data, penelaahan, analisis, dan penyiapan bahan pembinaan, koordinasi, evaluasi, dan monitoring jabatan fungsional pada semua satuan organisasi di lingkungan Kementerian, sesuai penugasan yang diatur lebih lanjut oleh Sekretaris Jenderal.
Saat ini Bagian Jabatan Fungsional dikepalai oleh Bapak Drs. Imam Sofyan,M.M. Lelaki kelahiran Purbalingga, 20 Februari 1962 yang gemar berolahraga ini mulai menjadi Kepala Bagian Jabatan Fungsional sejak pertengahan tahun 2011 menggantikan Ibu Titin Krisniati, S.H.,M.M yang dimutasi ke Bagian Organisasi II. Dalam menjalankan tugas dan fungsi sebagai Kepala Bagian Jabatan Fungsional, Pak Imam (beliau biasa disapa) dibantu oleh Bapak Didit Hidayat, S.Sos,M.M selaku Kasubbag Jabatan Fungsional III dan Plt. Kasubbag Jabatan Fungsional I (yang sudah kosong sejak 19 Februari 2011) serta Ibu Aida Purnamasari, S.H. selaku Kasubbag Jabatan Fungsional II menggantikan Bapak Heru Joko Surono, S.Sos. yang dimutasi ke Biro SDM pada 19 Februari 2011 (bersamaan dengan Bapak Binsar Rajagukguk, mantan Kasubbag Jabatan Fungsional I yang dimutasi ke Biro Humas).
Suatu organisasi tidak akan berjalan tanpa SDM yang menggerakkannya, begitu pula dengan Bagian Jabatan Fungsional, saat ini Bagian Jabatan Fungsional, Biro Organta digerakkan oleh 9 orang Pelaksana yang berfungsi sebagai aset organisasi. Kesembilan Pelaksana tersebut terbagi rata ke dalam 3 Subbagian yang ada yaitu:
a.    Subbagian Jabatan Fungsional I:
              i.    Erniwati;
             ii.    Izzul Muna;
            iii.    Candra Riasari.
b.    Subbagian Jabatan Fungsional II:
              i.    Danang Endrayana S.Q;
             ii.    Edy Budi Santoso;
            iii.    Agung Sudaryono.
c.    Subbagian Jabatan Fungsional III:
              i.    Iwan Syuhada;
             ii.    Alda Horison;
            iii.    Diniafini Saputri.

Sesuai dengan misi yang diemban oleh Bagian Jabatan Fungsional, yaitu untuk mewujudkan organisasi yang efektif dan efisien melalui penciptaan jabatan fungsional tertentu yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang PNS dalam suatu organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri, maka para pegawai pada Bagian Jabatan Fungsional Biro Organta memiliki semboyan yaitu “MANDIRI DALAM KEBERSAMAAN”.




PERCEPATAN PEMBERANTASAN KORUPSI




Latar belakang
Sebagaimana diketahui, sejalan bergulirnya tuntutan reformasi pemerintahan oleh publik maka pada awal periode Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu I, Presiden langsung mencanangkan strategi pemberantasan korupsi dengan mengeluarkan  Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Inpres Nomor 5 Tahun 2004 ini ditujukan kepada Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu, Jaksa Agung Republik Indonesia, Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Para Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen, Para Gubernur, dan Para Bupati dan Walikota, yang pada intinya meminta kepada seluruh penyelenggara negara untuk saling bahu membahu bersinergi melakukan percepatan pemberantasan korupsi, meningkatkan kinerja dan pelayanan, menerapkan kesederhanaan, menerapkan penghematan dan efisiensi dalam penggunaan anggaran sehingga diharapkan akan tercipta penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Inpres Nomor 5 Tahun 2004 berisi 10 (sepuluh) diktum umum dan 1 (satu) diktum khusus. Seluruh muatan (11 diktum) ini diharapkan dapat mencakup seluruh aspek yang diperlukan oleh pemerintah dalam rangka mengantisipasi berbagai modus korupsi serta mampu menjadi alat dalam percepatan pemberantasan korupsi.
Tugas dan fungsi Kementerian Keuangan untuk menyelenggarakan sebagian urusan pemerintah di bidang keuangan dan kekayaan negara menjadikan Kementerian Keuangan mempunyai peran sangat strategis dalam upaya pemberantasan korupsi, mengingat korupsi tidak terlepas dari keuangan dan kekayaan negara. Dalam hal ini  diperlukan manajemen, aturan dan sumber daya aparatur yang baik untuk mencegah timbulnya korupsi. Begitu pentingnya peran Kementerian Keuangan dalam upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi sehingga  Kementerian Keuangan selain harus melaksanakan diktum umum, juga mendapat amanat untuk mengimplementasikan diktum khusus Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.

Organisasi Kormonev (Koordinasi, Monitoring, dan Evaluasi) Pelaksanaan Inpres Nomor 5 Tahun 2004 di lingkungan Kementerian Keuangan

Sejak tahun 2002, Kementerian Keuangan telah merintis program reformasi birokrasi yang bertumpu kepada penataan organisasi, penyempurnaan business process, dan peningkatan disiplin serta kualitas sumber daya manusia. Berkaitan dengan dikeluarkannya Inpres Nomor 5 Tahun 2004, pada awal tahun 2007 Menteri Keuangan telah menetapkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 38/KMK.01/2007 tentang Pengorganisasian, Personel, dan Mekanisme Koordinasi, Monitoring, dan Evaluasi Pelaksanaan Inpres Nomor 5 Tahun 2004 di Lingkungan Departemen Keuangan. Selanjutnya untuk memantapkan pelaksanaan Inpres tersebut, setiap tahun susunan Tim Kormonev Kementerian Keuangan diubah dan disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan. Perubahan susunan keanggotaan dan juga masa kerja Tim Kormonev untuk Tahun 2011 ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 36/KM.1/2011 tentang Perpanjangan Masa Kerja dan Perubahan Susunan Keanggotaan Tim Koordinasi, Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 di Lingkungan Kementerian Keuangan. Secara garis besar, susunan keanggotaan Tim Kormonev Pelaksanaan Inpres Nomor 5 Tahun 2004, terdiri dari:
1.   Penanggung jawab adalah Menteri Keuangan;
2.   Koordinator Pelaksana Inpres Nomor 5 Tahun 2004 adalah Sekretaris Jenderal;
3.   Sekretariat Pelaksana adalah Pimpinan unit organisasi di bawah Sekretariat Jenderal, dalam hal ini adalah Kepala Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan, Kepala Biro Hukum, dan Kepala Biro Sumber Daya Manusia;
4.   Pelaksana Monitoring dan Evaluasi adalah Inspektur Jenderal;
5.   Sekretariat Monitoring dan Evaluasi adalah Pimpinan unit dibawah Sekretariat Inspektorat Jenderal;
6.   Kelompok Kerja (Pokja) Monitoring dan Evaluasi adalah Inspektur Bidang Investigasi dan para Sekretaris Ditjen/Badan serta Kepala Bagian yang membidangi organisasi dan tata laksana di lingkungan Kementerian Keuangan. 
Atas dasar Keputusan Menteri Keuangan tersebut, para Pimpinan Unit Eselon I melalui Sekretaris masing-masing unit eselon I melakukan program-program kegiatan dan pengkajian tentang agenda percepatan pemberantasan korupsi di lingkungan Kementerian Keuangan.
Dalam Laporan Pelaksanaan Inpres Nomor 5 Tahun 2004 Semester I (satu) Tahun 2011 yang disampaikan oleh Menteri Keuangan kepada Presiden Republik Indonesia, indikator-indikator pemberantasan korupsi di lingkungan Kementerian Keuangan yang telah diformulasikan dan dilaksanakan, antara lain:

1.      Jumlah pejabat wajib LHKPN yang telah menyampaikan LHKPN adalah sebanyak 20.418 pejabat (85,80%).
2.      Jumlah pejabat eselon I s.d. III di lingkungan Kementerian Keuangan yang telah menetapkan kontrak kinerja tahunan sebanyak 1.862 pejabat, sehingga tingkat capaian pejabat yang telah menetapkan kontrak kinerja tahunan adalah 98,83%.
3.      Tingkat capaian unit kerja yang menyampaikan LAKIP adalah 394 unit kerja dari 405 unit kerja yang wajib menyampaikan LAKIP (97,28%). Adapun dari total tersebut, sebagian telah dilakukan evaluasi oleh Itjen pada tahun 2011.
4.      Penyusunan Standard Operating Procedure (SOP) Pelayanan Masyarakat yang direkomendasi oleh Sekretariat Jenderal sebanyak 756 SOP (100%) dengan jumlah akumulasi SOP Layanan Unggulan sebanyak 102 SOP.
5.      Pencanangan Wilayah Bebas Korupsi (WBK) di seluruh lingkungan Kementerian Keuangan.
6.      Realisasi sertifikasi Pejabat Pengadaan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) adalah sebanyak 2.820 orang (101,25%). Adapun terkait penghematan belanja barang dan belanja modal dengan pelaksanaan e-procurement, paket pengadaan yang dilakukan oleh LPSE Kementerian Keuangan berhasil dihemat sebesar 18,93% dari nilai pagu sebesar Rp.605.751.977.335,14 yaitu dengan penghematan sebesar Rp.114.664.524.530,86.
7.      Kegiatan sosialisasi Inpres Nomor 5 Tahun 2004 dengan target sasaran para pejabat di seluruh lingkungan Kementerian Keuangan, khususnya para pejabat eselon III maupun kepala kantor instansi vertikal pada DJP, DJBC, DJPB, dan DJKN telah rutin diselenggarakan di Kementerian Keuangan sejak tahun 2007.
8.      Implementasi Peraturan Menteri Keuangan tentang pengawasan dan pembinaan aparatur, antara lain penetapan kode etik pegawai, pengelolaan pelaporan pelanggaran (whistle blowing), penerapan kedisiplinan pegawai, dan penilaian kinerja individu;
Indikator-indikator tersebut dapat berubah sejalan dengan perkembangan lingkungan dan dinamika organisasi. Prinsipnya seluruh upaya pemberantasan korupsi di lingkungan Kementerian Keuangan adalah bagian dari proses reformasi birokrasi, yaitu perbaikan birokrasi secara menyeluruh baik dari sisi prosedural maupun substansial. Hal ini karena perilaku birokrasi menjadi faktor utama  yang sangat menentukan keberhasilan suatu pemerintahan.
Kementerian Keuangan juga telah membuat MoU dalam rangka percepatan pemberantasan korupsi, yang ditandatangani oleh para Pimpinan Unit Eselon I Kementerian Keuangan bersama dengan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain itu, Kementerian Keuangan yang pada tahun 2009 mendapatkan peringkat pertama dalam upaya implementasi Inpres Nomor 5 Tahun 2009 dan pada tahun 2011 ini mendapatkan penghargaan dari Sekretaris Kabinet Republik Indonesia terkait capaian-capaian positif pelaksanaan Inpres dimaksud, berkomitmen untuk terus menerus secara gencar memerangi dan memberantas korupsi dalam rangka mewujudkan tata kelola keuangan negara yang profesional, amanah, dan tepat arah untuk meningkatkan kinerja dan kualitas pelayanan publik demi tercapainya visi dan misi pemberdayaan keuangan negara yang efektif dan efisien yang pada gilirannya akan meningkatkan kepercayaan publik, memacu pertumbuhan ekonomi (pro growth), mengurangi kemiskinan (pro poor), mengatasi pengangguran (pro job), dan terjaganya kesinambungan serta kelestarian lingkungan (pro environment).


MONITORING DAN EVALUASI JABATAN FUNGSIONAL PRANATA KOMPUTER





Latar belakang
Pranata Komputer adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, wewenang, tanggung jawab, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan sistem informasi berbasis komputer. Pertumbuhan jumlah pejabat Pranata Komputer di lingkungan Kementerian Keuangan sangatlah pesat. Pesatnya pertumbuhan jumlah Pranata Komputer tentu saja harus diimbangi dengan semakin intensifnya berbagai upaya yang dilakukan guna menunjang eksistensi Pranata Komputer tersebut sehingga keberadaan Pranata Komputer dapat memberikan nilai tambah bagi Kementerian Keuangan.
Jabatan Fungsional Pranata Komputer (JFPK) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 66/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Jabatan Fungsional Pranata Komputer dan Angka Kreditnya dengan instansi pembina BPS, sedangkan Pusintek bertindak sebagai pembina internal di lingkungan Kementerian Keuangan. Untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi JFPK,  Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan bekerja sama dengan Pusintek melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Kepmenpan tersebut terhadap Pejabat Fungsional Pranata Komputer (PFPK) dan Tim Penilai Instansi Pusat (TPIP) di lingkungan Kementerian Keuangan. Kegiatan monitoring dan evaluasi ini dilaksanakan oleh Biro Organta sebagai pelaksanaan dari tugas dan fungsi pembinaan jabatan fungsional di lingkungan Kementerian Keuangan. Hasil dari kegiatan ini dimaksudkan sebagai bahan referensi untuk perbaikan Jabatan Fungsional Pranata Komputer pada masa yang akan datang.
                                            i.         
Tujuan
  Adapun tujuan dari pelaksanaan monitoring dan evaluasi tersebut adalah:
a.   Untuk menggali permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh pejabat fungsional Pranata Komputer di lingkungan Kementerian Keuangan, khususnya terkait dengan pemahaman substansi dan implementasi ketentuan dalam Kepmenpan 66/2003 dan Keputusan Kepala Pusintek Nomor: Kep-01/IT/2010;
b.   Untuk menggali permasalahan-permasalahan yang mungkin dialami oleh pejabat fungsional Pranata Komputer terkait dengan masalah pelayanan administrasi kepegawaian maupun organisasi;
c.   Untuk menjaring masukan-masukan dari pejabat fungsional Pranata Komputer dalam rangka perbaikan penerapan JFPK di lingkungan Kementerian Keuangan.
Berdasarkan hasil monitoring tersebut, akan dilakukan evaluasi atas permasalahan-permasalahan yang ditemukan dan nantinya diharapkan akan menjadi bahan masukan baik bagi Pusintek maupun BPS untuk perbaikan penerapan JFPK khususnya JFPK di lingkungan Kementerian Keuangan.

Pelaksanaan dan Output Kegiatan
Sebagai Penanggung Jawab Pembentukan dan Penyempurnaan Jabatan Fungsional di lingkungan Kementerian Keuangan, Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan pada tahun 2011 telah melaksanakan monev Jabatan Fungsional Pranata Komputer. Monev menggunakan sistem random sampling terhadap para PFPK maupun TPIP. Terdapat beberapa hal menarik yang menjadi hasil dari kegiatan monitoring dan evaluasi tersebut, antara lain:
1.    Persepsi terhadap layanan administrasi kepegawaian
Persepsi terhadap layanan administrasi kepegawaian secara garis besar meliputi pengetahuan terhadap layanan umum administrasi kepegawaian, kepuasan terhadap Penilaian Angka Kredit (PAK), dan layanan usulan kenaikan pangkat.
a.    Layanan umum administrasi kepegawaian JFPK ternyata selama ini masih belum banyak diketahui oleh PFPK, selain itu faktor transparansi dalam pelayanan juga perlu ditingkatkan karena dirasakan masih kurang transparan oleh PFPK;
b.    Adapun terkait PAK dan layanan usulan kenaikan pangkat  baik untuk kenaikan pangkat pertama kali, pengangkatan kembali, maupun kenaikan/alih jabatan, secara umum dirasakan sudah memuaskan dilihat dari aspek ketepatan waktu pelayanan yang diterima oleh para PFPK. Hanya saja, nampaknya perlunya disusun standar norma waktu bagi setiap tahapan proses administrasi kepegawaian sehingga dapat lebih memberikan kejelasan, transparansi, dan kepastian bagi PFPK.

2.    Persepsi terhadap organisasi
Secara umum PFPK merasa puas dengan dukungan yang diberikan organisasi/unit tempat mereka bernaung. Namun masih ada beberapa hal yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang, antara lain:
a.    masih adanya duplikasi tugas antara PFPK dengan pelaksana biasa dan bahkan pejabat struktural pada masing-masing unit tempat PFPK bernaung;
b.    pengembangan kapasitas selain tugas pokok yang diberikan oleh organisasi/unit tempat PFPK bernaung sudah memadai, hanya saja fasilitas untuk Pranata Komputer masih banyak yang perlu ditambahkan terutama fasilitas untuk pengembangan kompetensi (diklat rutin dan non rutin), dan kapasitas kerja mereka;
c.    masih minimnya diklat yang dibutuhkan oleh Pranata Komputer, baik itu untuk diklat penjenjangan maupun diklat rutin untuk meningkatkan kompetensi Pranata Komputer;
d.    sampai saat ini belum ada formasi JFPK di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan secara resmi karena belum semua unit menyusun formasi JFPK di unit masing-masing, padahal keberadaan formasi sangat dibutuhkan untuk mengetahui volume kegiatan Pranata Komputer dan Jumlah Pranata Komputer yang dibutuhkan pada suatu unit instansi;
e.    jumlah Pranata Komputer untuk jenjang terampil masih sangat sedikit, karena SDM yang masuk kebanyakan berasal dari S-1 sehingga secara otomatis langsung masuk dalam jenjang ahli, padahal pekerjaan yang tersedia pada masing-masing unit kebanyakan merupakan pekerjaan/kegiatan untuk jenjang terampil;

3.    Persepsi terhadap substansi
Terkait dengan substansi dalam JFPK baik yang terdapat dalam Kepmenpan Nomor 66/KEP/M.PAN/7/2003 dan Petunjuk Teknis dalam Keputusan Kepala Pusintek Nomor Kep-01/IT/2010, PPFK menyatakan bahwa aturan yang terdapat dalam Kepmenpan dan Kep.Kapusintek dimaksud sudah baik, hanya saja masih terdapat beberapa masukan terkait substansi dari kedua aturan tersebut, yaitu:
a.    kegiatan-kegiatan Pranata Komputer perlu di-update agar sesuai dengan perkembangan dunia TIK;
b.    angka kredit kegiatan Pranata Komputer perlu direviu disesuaikan dengan usaha dalam melakukan kegiatan tersebut dan kebutuhan angka kredit untuk kenaikan pangkat Pranata Komputer yang melakukan kegiatan tersebut;
c.    masih terdapat Pranata Komputer yang belum memahami Petunjuk Teknis Penilaian Angka Kredit Pranata Komputer, terutama mengenai kegiatan-kegiatan Pranata Komputer sehingga perlu lebih digalakkan lagi sosialisasi mengenai peraturan-peraturan terkait JFPK untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman antara PFPK dengan TPIP;
d.    saat ini untuk mempermudah administrasi JFPK telah disediakan aplikasi JFPK yang menurut PFPK maupun TPIP akses atas aplikasi JFPK dimaksud sudah baik dengan didukung fitur aplikasi yang sudah lengkap, hanya saja pada saat musim penilaian dan masa akhir rekam DUPAK, akses aplikasi tersebut menjadi lambat sehingga perlu dipikirkan alternatif penggunaan teknologi dengan performa yang lebih baik.

PENGEMBANGAN DAN PENYEMPURNAAN JABATAN FUNGSIONAL




Latar belakang
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994, yang dimaksud dengan Jabatan Fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang PNS dalam suatu organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri. Jabatan fungsional terdiri atas jabatan fungsional keahilan dan jabatan fungsional keterampilan. Jabatan fungsional keahlian adalah jabatan fungsional kualifikasi profesional yang pelaksanaan tugas dan fungsinya mensyaratkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang keahliannya. Sedangkan jabatan fungsional keterampilan adalah jabatan fungsional kualifikasi teknis atau penunjang profesional yang pelaksanaan tugas dan fungsinya mensyaratkan penguasaan pengetahuan teknis di satu bidang ilmu pengetahuan atau lebih.
Sebagai Penanggung Jawab Pembentukan dan Penyempurnaan Jabatan Fungsional di lingkungan Kementerian Keuangan, Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan harus memberikan pemahaman yang terus menerus kepada seluruh Unit Eselon I di Lingkungan Kementerian Keuangan agar masing-masing unit organisasi memiliki kesadaran dan pemahaman yang benar dan komprehensif tentang Jabatan Fungsional. Selama ini jabatan fungsional dipandang kurang menarik dikarenakan masih belum lengkapnya pemahaman masing-masing unit organisasi tersebut sehingga menimbulkan terhambatnya pembentukan maupun penyempurnaan jabatan fungsional baru di Lingkungan Kementerian Keuangan. Padahal pembentukan jabatan fungsional diharapkan  bisa menjadi solusi bagi struktur organisasi Kementerian Keuangan yang sudah mengarah pada penggelembungan piramidal organisasi.
Terkait hal tersebut, upaya untuk melakukan pembentukan organisasi yang sehat dan modern mutlak untuk segera dilakukan agar tidak terjadi inefisiensi dan inefektivitas kinerja organisasi. Organisasi yang sehat dan modern adalah organisasi yang miskin struktur tetapi kaya fungsi. Prinsip penataan kelembagaan yang selama ini telah menjadi salah satu pilar reformasi birokrasi sebenarnya memiliki kesamaan dengan tujuan diadakannya formasi jabatan fungsional. Tujuan penetapan formasi jabatan fungsional pada dasarnya adalah agar organisasi dapat bekerja dengan efektif sesuai dengan beban kerja dan tanggung jawab masing-masing satuan organisasi dengan jumlah dan mutu pegawai yang memadai berdasarkan analisis kebutuhan dan penyediaan pegawai sesuai dengan jabatan yang tersedia.


Tujuan
Pada tahun 2011, sesuai dengan IKU Bagian Jabatan Fungsional, Biro Organta, pengembangan dan penyempurnaan Jafung meliputi Jafung Pemeriksa Bea dan Cukai dan Jafung Pemeriksa Pajak pada Ditjen Pajak.

Pelaksanaan dan Output Kegiatan
Pada tahun 2011, Bagian Jabatan Fungsional telah melakukan upaya penyempurnaan Jafung Pemeriksa Bea dan Cukai dan Jafung Pemeriksa Pajak pada Ditjen Pajak. Penyempurnaan Jafung pada tahun 2011 dilakukan berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi terhadap Jafung-Jafung tersebut pada tahun 2010 dan difokuskan  pada upaya pembuatan Naskah Akademik penyempurnaan masing-masing Kepmenpan hingga tahapan ekspose Naskah Akademik dimaksud dihadapan Kementerian PAN & RB.
Beberapa upaya lain yang telah dilakukan oleh Bagian Jabatan Fungsional Biro Organta dalam upaya pengembangan dan penyempurnaan Jafung di Kementerian Keuangan antara lain adalah Rapat Penyusunan Rencana Aksi Pengelolaan SDM Kementerian Keuangan pada tanggal 22 September 2011, dan Workshop Jabatan Fungsional pada tanggal 2 s.d. 4 November 2011 di Jakarta dengan melibatkan unit-unit pemilik Jafung di lingkungan Kementerian Keuangan. Unit-unit pemilik Jabatan Fungsional di lingkungan Kementerian Keuangan yaitu:
No.
Jabatan Fungsional
Unit Pengguna
Instansi Pembina
1.
Pemeriksa Pajak, Penyuluh Pajak dan Penilai PBB

DJP
Kemenkeu
2.
Pemeriksa Bea dan Cukai

DJBC
Kemenkeu
3.
Widyaiswara

BPPK
LAN
4.
Auditor

Itjen
BPKP
5.
Peneliti

BKF
LIPI
6.
Pranata Komputer
Seluruh unit kecuali BKF, Bapepam dan DJPU
BPS
7.
Tenaga Kesehatan (Dokter, Dokter Gigi, Bidan, Perawat, Perawat Gigi, Asisten Apoteker, Pranata Laboratorium)
Setjen, DJBC, DJP, dan BPPK
Kemenkes

Selain membahas mengenai permasalahan-permasalahan yang melingkupi jabatan fungsional di lingkungan Kementerian Keuangan, serta melakukan pembahasan intensif dengan pihak DJBC dan DJP untuk melakukan revisi Kepmenpan terkait, dalam workshop juga dibahas mengenai rencana untuk memulai kembali pembentukan Jabatan Fungsional Bendahara. Selama ini pembentukan Jabatan Fungsional Bendahara mengalami kendala yang bersumber dari karakteristik pekerjaan bendahara yang secara nature tidak compatible  dengan aturan mengenai PP 16/1994, yaitu:
1.    Kendala Penjenjangan karena  Bendahara di seluruh Satuan Kerja memiliki tugas sama, dalam artian tidak ada  pembedaan tugas pekerjaan bendahara yang ada di level satker setingkat eselon IV, III, II, I dan Kementerian, hanya berbeda pada besaran dana kelolaan (nilai Pagu DIPA).
2.    Kemungkinan ketiadaan formasi bagi bendahara yang naik jenjang karena satu satker biasanya hanya memiliki 1 Bendahara sehingga akan menyebabkan efek kesulitan dalam kenaikan pangkat yang berimbas pada Kendala Pencapaian Angka Kredit.
3.    Hasil uji petik pada tahun 2004 atas kegiatan yang telah dilakukan oleh                     Bendahara menunjukkan bahwa beban kerja Bendahara pada level Satker tertentu sangat rendah, sehingga akan sulit untuk mencapai angka kredit sebagai syarat kenaikan jenjang jabatan.

Beberapa upaya yang telah dilakukan terkait pembentukan jabatan fungsional Bendahara, yaitu:
1.    Tahun 2004 à Tim Penyusunan Jabatan Fungsional Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran, dan Penata Laporan Keuangan. Kesimpulan: Bendahara tidak bisa dijadikan jafung dikarenakan hasil uji petik tidak dapat memenuhi syarat kenaikan pangkat);
2.    Tahun 2006-2008 à Pembentukan JFPP (Jabatan Fungsional Pengelola Perbendaharaan), termasuk di dalamnya Bendahara. Hasil: Bendahara tidak layak menjadi Jafung dikarenakan adanya kerumitan ketika blending dengan seluruh pejabat pengelola keuangan;
3.    Tahun 2009-2010 à Kajian komprehensif JFB (Perpres Tunjangan Bendahara, PMK tentang Bendahara sebagai turunan langsung UU No.1/2004, penggabungan dengan Pejabat Pembuat Komitmen dan Pejabat Penandatangan SPM untuk menciptakan penjenjangan). Kesimpulan: Jafung Bendahara tidak berkesesuaian dengan aturan Jafung dalam PP 16/1994 (penunjukan tahunan);
4.    Tahun 2011 à Mengajukan Perpres tentang Jabatan Bendahara yang disetarakan dengan Jafung seperti yang dimaksud dalam PP 16/1994 dan sesuai arahan dan jawaban dari Kemenpan dan RB pembahasan tentang Jabatan Fungsional Bendahara akan dilanjutkan kembali pada tahun 2012.
Pada tahun 2011, Bagian Jabatan Fungsional juga telah melakukan analisis terhadap kemungkinan pengembangan Jabatan-jabatan  Fungsional Baru yang dapat dipakai/digunakan di Kementerian Keuangan. Hal ini dilakukan sebagai respon atas arahan Menteri Keuangan untuk menciptakan jabatan fungsional baru agar sejalan dengan implementasi transformasi organisasi untuk lebih meningkatkan profesionalisme SDM di lingkungan Kementerian Keuangan. Arahan Menteri Keuangan tersebut sejalan dengan keinginan anggota DPR yang disampaikan pada saat rapat dengar pendapat dengan Kemenpan & RB ketika membahas RUU Aparatur Sipil Negara, dimana diwacanakan setiap unit teknis tidak lagi memiliki jabatan eselon III ke bawah untuk lebih merampingkan struktur organisasi tetapi memperkaya fungsi organisasi.


Perkenalan


Kami adalah salah satu bagian di lingkungan Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan yang khusus menangani jabatan fungsional di lingkungan Kementerian Keuangan. Kami dibentuk kembali pada tahun 2009 setelah sebelumnya sempat divakumkan sekian lamanya.
Sebagai entry perkenalan, kami harap kehadiran kami dapat bermanfaat terkait dalam bidang jabatan fungsional di instansi pemerintah.
Sekian perkenalan dari kami. Salam.